Bhinneka Tunggal Ika: Berbeda-beda tapi tetap satu jua.

Oleh Ahmad Sukron, S.Pd., M.IP*

Heterogenisme Masyarakat Indonesia

Sebagai mahluk sosial yang hidup di negara demokratis (Indonesia) dan dihuni oleh masyarakat heterogen, tentu mempunyai kewajiban memahami kondisi sosial dan kultur masyarakat di lingkungan sekitar. Hal ini perlu dilakukan untuk mempermudah beradaptasi dengan lingkungan, baik dari sisi tata cara hidup, pola perilaku dan organisasi kemasyarakatan dalam aspek sosial, ekonomi, politik, hukum, seni, adat-istiadat, tata susila, serta keyakinan kita dalam beragama.

Sejatinya kemajemukan masyarakat dalam suatu negara juga pernah terjadi pada zaman Nabi Muhammad SAW. Ketika beliau mendirikan ‘organisasi’ Islam kali pertama di madinah, yakni melalui perjanjian tertulisnya (Piagam Madinah). Dengan kebijaksanaan yang dimiliki, beliau mampu mengakomodir dan menjamin bangsanya yang pluralistik, baik dari aspek ekonomi, budaya dan keyakinan dalam beragama.

Sebagai bangsa yang majemuk, tentu fenomena tersebut dapat dijadikan literasi kehidupan untuk mengakomodir hiterogenisme masyarakat dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi, realita yang terjadi dilapangan akhir-akhir ini, justru mencerminkan terjadinya pembelahan umat atau bangsa yang mengklaim pola pikir objektif yang dihasilkan dari pemikiran subyektif. Berbagai klaim kelompok-kelompok tertentu yang merasa paling berjasa menjaga NKRI telah mengkotak diri dari kelompok yang lain, sehingga perbedaan gagasan dalam berdemokrasi dijadikan alat untuk memunculkan percikan api antar sesama bangsa.

Terjadinya pembelahan umat tersebut, terindikasi karena hegemoni politik menjelang dihelatnya pesta demokrasi pada tahun 2019 mendatang. Meskipun Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengelar acara kampanye damai melalui tajuk Kampanye Anti Politisasi SARA, Hoax dan politik Uang. di Jakarta, Ahad,(23/9), lalu. Namun,  Berbagai hegemoni politik kekuasaan melalui berita hoax semakin tersaji secara sistematis dan mampu menipu nalar sehat masyarakat. Sehingga sulit bagi masyarakat untuk membedakan apakah informasi tersebut hoax atau tidak. Padahal, hadir dalam perhelatan besar itu, kedua pasangan calon Presiden dan wakil Presiden RI 2019 (Joko Widodo–Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto–Sholehuddin Sandiaga Uno) beserta partai koalisi kedua calon,

Hoax Menjelang Tahun Politik

Tahun 2019, tahun depan, bisa jadi akan menjadi tahun bersejarah dalam pesta demokrasi di Indonesia. Karena pertama kali akan digelar pemilihan lima kotak suara langsung secara serentak, baik Pilpres, Pileg (DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kab./Kota) dan DPD. Kini menjelang pesta demokrasi tersebut, berbagai berita hoax telah membanjiri public space masyarakat.

Hoax menjelang tahun politik memang sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena berita hoax akan menimbulkan kegaduhan yang secara perlahan akan menciptakan situasi hangatnya pesta demokrasi. Biasanya berita hoax menjelang tahun politik, semakin berselancar bebas sesuai arah angin kepentingan oknum pemburu kekuasaan dengan tujuan untuk memperdaya logika sehat masyarakat dalam menentukan kebijakan yang berdampak terhadap kelompok pegiat media social. Khususnya penentuan kebijakan pribadi dalam menentukan pilihan dalam Pemilihan Umum (Pemilu), baik pemilihan Eksekutif maupun Legislatif.

Pergerakan sistematis penyebar hoax dengan memproduksi konten sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan memprovokasi para audiens menyebabkan lunturnya nilai-nilai persatuan dalam kebhinnekaan masyarakat. Karena para penikmat hoax perlahan akan terpengaruh dan bergerak sesuai dengan kepentingan produsen hoax.

Seperti yang terjadi akhir-akhir ini. Munculnya isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan pelanggaran Haka Asasi Manusia (HAM), pasca penetapan calon presiden dan wakil calon presiden 2019 yang telah bergemuruh dalam perbincangan di dunia maya, telah memberikan pelajaran berharga bagi masyarakat. Karena fenomena tersebut merupakan isu 5 tahunan. Maka muncul asumsi dikalangan masyarakat, orang yang memproduksi dan men-share kabar hoax bukan karena sepenuhnya tidak paham bahwa berita tersebut hoax atau tidak, akan tetapi lebih cenderung menyesuaikan dengan afiliasi kepentingan yang tertanam dalam mindset-nya.

Oleh sebab itu, wajib bagi masyarakat menangkal berita hoax, supaya kita tidak terjerumus permainan logika sesat para oknum elit yang menggunakan berita hoax untuk mendapatkan kekuasaan.

Sifat selalu waspada terhadap judul berita yang berisi konten berbau provokatif, mencari data valid terkait fakta pemberitaan, memperhatikan gambar tampilan yang diedit, mencermati alamat web yang digunakan, dan membandingkan media penyebar berita hoax dengan media yang kredibel serta aktif mengikuti diskusi-diskusi tentang berita hoax, merupakan salahsatu cara yang efektif untuk menangkal berita hoax dan mencegah virus berita hoax yang akan mencemari mindset masyarakat.

Berprinsip Politik Ala Piagam Madinah

Sebagai umat Islam yang mempunyai saham terbesar dalam menjaga kebhinnekaan di Indonesia, tentu tidak ada salahnya jika menjadikan piagam madinah sebagai literasi untuk mencegah fitnah atau hoax dan mengutamakan tabayaun atau musyawarah dalam menghadapi perbedaan.

Karena telah jelas dalam catatan sejarah, kepemimpinan Nabi di Madinah, telah mengajarkan tentang hidup rahmatan lil alamin dalam hiterogenisme berbangsa dan bernegara. Dan dengan kematangannya pula, memimpin umat yang hiterogen di Madinah, beliau mampu menggagas beberapa poin piagam madinah yang dijadikan prinsip dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Beberapa poin prinsip piagam madinah tersebut adalah berpegang pada prinsip keumatan atau bangsa, menjaga persatuan dan persaudaraan, menjaga hubungan antar umat beragama, tolong menolong, menjaga perdamaian, musyawarah dalam menentukan kebijakan, menegakkan keadilan dan menegakkan supremasi hukum.

Jadi, secara eksplisit, dari beberapa prinsip piagam madinah tersebut, telah mengajarkan peran penting melakukan rekonsiliasi dan konsolidasi menjaga persatuan dalam kebhinekaan dan memegang teguh kepercayaan untuk menanamkan kebaikan dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara demi tercapainya kesejahteraan bangsa.

Sebagai bangsa yang Berbhinneka Tunggal Ika, dalam menghadapai dinamika politik 2019, masyarakat harus tetap berada dalam pemikiran yang kritis dan objektif untuk menjaga persatuan dalam berpolitik kebhinnekaan, tetap waspada terhadap berita hoax ‘musiman’ yang mengandung SARA, dan konsisten mengejahwantahkan ideologi Pancasila yang dihasilkan dari falsafah kehidupan bangsa. Wallahu a’lam.[]

*Penulis adalah kader PC HMASS Surabaya. Alumni Pondok Pesantren Sidogiri angkatan tahun 2002. Alumni Pasca Sarjana Ilmu Politik Universitas Airlangga.

Silakan tulis komentar Anda

Tinggalkan Balasan