Foto: https://tirto.id/menulis-mushaf-alquran-massal-bTHe

Oleh Rohmatullah Adny Asymuni*

Orang-orang hebat. Seperti para cendekiawan, ulama dan para tokoh-tokoh besar lainnya, ketika kita amati, sebagian besar mereka, meluangkan waktunya untuk menulis. Imam Syafii punya karya tulisan kitab Al-Umm; Imam Malik memiliki karya fenomenal melalui Al-Muwatha’-nya; Imam Ahmad dengan Musnad Ahmad-nya, bahkan Ulama-ulama Nusantara pun, memiliki karya tulis yang hebat dan masih dirasa manfaatnya hingga kini. Semisal, Syaikh Nawawi Al-Bantani yang mengarang kitab Muraqil Ubudiyah dan karya lainnya; Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan juga menulis kitab tentang nikah. Bahkan, Hadhratus Syaikh Hasyim Asy’ari, pendiri NU, menulis kitab (buku) Risalah Ahli Sunnah Wal Jamaah.

Ternyata orang-orang hebat seperti contoh di atas, memiliki karya yang hingga kini masih dan akan terus dibaca dari generasi ke generasi. Tulis-menulis adalah warisan peradaban. Bahkan saking pentingnya menulis, Rasulullah SAW. melakukan perjanjian kepada salah satu tawanannya untuk mengajarkan menulis pada para sahabatnya.

Di era millenial ini, seorang santri (penerus perjuangan  ulama) meneruskan perjuangan Kanjeng Nabi Muhammad harus bisa menulis. Bahkan dengan menulis terdapat nilai pahala dan dakwah mengenalkan ajaran Islam yang penuh dengan kasih sayang pada alam semesta. Bukankah Rasulullah pernah besabda: barangsiapa yang menunjukkan kebaikan dia dapat pahala seperti pahala yang mengerjakan kebaikan tersebut.

Apalagi di jaman sekarang, di mana banyak kita jumpai tulisan-tulisan yang mengatasnamakan ilmu, yang sebenarnya menjerumuskan dan menyesatkan pembaca. Banyak tulisan-tulisan beredar, yang dengan sombongnya menyalahkan amalan-amalan yang dilakukan oleh para ulama terdahulu karena berbeda dengan keyakinan. Tidak hanya disalahsesatkan, bahkan sampai pada tingkat takfir, dikafirkan. Kalau hal demikian dibiarkan, maka semakin banyak pembaca yang tak mengerti ilmunya akan terbawa oleh virus paham yang menyesatkan.

Ditambah lagi serangan ideologi yang tak kunjung reda membombastis manusia. Serangan paham yang menyesatkan selalu berkumandang. Seperti paham Syiah, paham Wahabi, paham Liberal, dan paham sekte-sekte lainnya yang tak pernah berdiam diri menyerang paham Ahlussunnah Wal Jamaah. Oleh sebab itu, menulis pada jaman sekarang dimana fitnah, kebencian, hoax selalu bergentayangan, menjadi sebuah keharusan yang harus diperhatikan oleh para cendekiawan muslim (santri).

Dengan menulis, juga berguna untuk membentengi internal penganut paham Ahlussunnah Wal Jamaah dari paham-paham yang menyesatkan serta meng-counter paham-paham yang menyesatkan agar tak terjerumus dan mengikutinya.

Maka dari itu, menulis sejatinya, tidak hanya untuk membacakan pada orang lain, tapi juga untuk diri sendiri. Bahkan seandainya dengan tulisan itu dapat menyadarkan orang lain menjadi semakin dekat pada Allah, mengenal Rasulullah, mengenal para sahabat dan keluarganya, serta mengenal keagungan dan keramahan ajaran Islam, penulisnya akan mendapatkan reward (pahala) dari Allah swt. Kalau demikian, masihkah enggan kita untuk menulis? Wallahul Hadi.

*Penulis merupakan tenaga pengajar di Pesantren An-Nahdlah, Depok. Terlibat aktif dibeberapa media. Diantaranya sebagai redaktur hmass.co., dan redaktur Buletin Al-Ummah PCNU Bangkalan. Selain menulis, kegiatan yang ia geluti adalah sebagai seorang Da’i.

Silakan tulis komentar Anda

Tinggalkan Balasan