048893600_1434952294-22062015-kurma

Sebagai makhluk hidup, kita pasti membutuhkan sandang-pangan. Kebutuhan sehari-sehari tak bisa dilepaskan. Untuk memenuhi hal itu, kita membutuhkan banyak biaya. Biaya bisa kita dapatkan dengan bekerja keras, karena di dunia ini tidak ada yang gratis. Apalagi hidup di perkotaan. Hanya ‘mengeluarkan angin’ yang tidak usah bayar.

Bekerja begitu mulia dalam pandangan Islam. Bekerja memang capai dan letih, tapi hal itulah yang diapresiai Islam. Tidak percaya ? Mari kita baca dan renungi hadis di bawah ini. Rasulullah saw bersabda,

ما أكل أحد طعاما قط خيرا من أن يأكل من عمل يده إن نبي الله داود عليه السلام كان يأكل من عمل يده

“Tidaklah seorang makan yang lebih baik dari pada memakan dari hasil kerjanya sendiri. Sesungguhnya Nabi Daud AS. Hanya makan dari hasil bekerjanya sendiri” (HR. Imam Bukhari)

Bahkan, jika kita bekerja lalu menjadi orang sukses, kita akan dicintai oleh Allah swt. Sebab, orang sukses lebih perkasa daripada yang tidak. Orang sukses lebih bermanfaat dari yang tidak. Hal ini pernah Rasulullah saw sampaikan kepada para sahabat-sahabatnya. Kata beliau,

“Mu’min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mu’min yang lemah……. “ (HR. Imam Muslim).

Para ulama mencoba mengenalisa arti dari “mukmin yang kuat”. Ada yang mengatakan yang dimaksud dengan mukmin yang kuat adalah mereka yang kuat fisiknya, sehingga dia mampu melaksanakan ibadah sangat panjang, bisa berjihad di jalan Allah, dan seterusnya.

Ada pula yang mengatakan yang dimaksud “mukmin yang kuat” adalah orang yang memiliki pengetahuan, sehingga dengan pengetahuannya itu bisa mencerdaskan umat.

Ada pula yang mengetakan, yang dimaksud “mukmin yang kuat” adalah mereka yang memiliki banyak harta, sehingga dengan hartanya dia bisa membantu perjalanan dakwah dan kepentingan muslimin.

Namun demikian, agar pekerjaan kita menjadi amal ibadah, kita haru smelakukan langkah-langkah. Setidaknya ada tiga cara dalam masalah ini. Pertama, memperbaiki niat. Saat kita ingin bekerja, kita niatkan dalam hati dengan niat yang baik. Misalnya, kita bekerja agar keluarga kita tidak minta-minta. Kita bekerja agar harga diri keluarga kita terjaga. Kita bekerja agar pendidikan anak-anak kita sempurna.

Jika demikian, pekerjaan kita akan berubah menjadi amala khirat. Sebab niat yang baik bisa mempengaruhi setiap pekerjaan kita. Innamaal-a’malubian-niyat. Setiap pekerjaan itu tergantung niatnya.

Maka tak heran jika Imam Al-Ghazali menulis dalam IhyaUlumiddin, bahwa jika seseorang saat mencari harta berniat agar keluarganya terhindar dari minta-minta, harga diri keluarga terjaga, juga jika ada yang lebih dari kebutuhan akan didermakan kepada yang membutuhkan, maka pekerjaan itu akan berubah menjadi pekerjaan akhirat. Artinya, setiap peluh yang bercucuran, setiap nafas yang dihembuskan, bernilai pahala.

Tentu, pekerjaan yang digeluti bukanlah pekerjaan yang dilarang syariat. Sebab, jika pekerjaan yang di geluti merupakan larangan Allah, walaupun kita niati dengan sebaik mungkin, pekerjaan itu tetap terlarang. Misalnya kita mencuri, kita niati agar keluarga kita tidak minta-minta, tatap saja pekerjaan kita dilarang oleh Allah swt. Karena niat bisa mempengaruhi hanya dalam amal yang wajib, sunah dan mubah (yang diperbolehkan).

Kedua, tidak meninggalkan kewajiban.

Allah mempersilakan kita bekerja, tapi pekerjaan itu tidak boleh melalaikan kita dari kewajiban-kewajibankepada-Nya. Allah mempersilahkan kita mencari rizki, tapi pencaharian kita tidak boleh melalaikan kita dari shalat limawaktu. Sebab, buat apa kita banyak harta, tapi dibenci Sang Pencipta.

Sungguh, bekerja sebagai tukang parkir tapi sholat lima waktu tidak ketinggalan, jauh lebih baik daripada bekerja sebagai manajer tapi sholatnya ditinggalkan. Karena mulia tidaknya sebuah pekerjaan bukan dilihat dari seenak apa menurut pandangan mata, tapi sejauh man adia deka tdengan Allah Ta’ala.

Dalam Kitabnya, Qut al-Qulub, Syaikh Abu Thalib al-Makki, menulis sebuah hadis betapa Rasulullahsaw mewanti-wanti agar kita tidak meninggalkan shalat. Rasulullah saw bersabda,

“Barangsiapa yang menjaga shalat dengan menyempurnakan sesucinya, menjaga waktu-waktunya maka dia akan mendapat cahaya dan argumentasi di akhirat. Akan tetapi barangsiapa yang menyia-nyiakan sholat, maka Allah akan mengumpulkannya dengan Fir’aun dan Haman.”

Maukah kita berkumpul dengan Fir’aun? Bukankah Firaun adalah seorang hamba yang terlaknat? Bukankah Firaun adalah seorang hamba yang mengaku tuhan sehingga diazab? Tidak. Kita tidak mungkin mau berkumpul dengan dia. Karena tempatnya pasti neraka.

Ketiga, menabung sebagian harta kita untuk kita ambil di akhirat. Caranya? Dengan menggunakan harta kita di jalan Allah, menginfakkannya di jalan dakwah, menyedekahkannya untuk pendidikan Islam, dan lain sebagainya. Maka harta yang kita miliki akan abadi sampai surge nanti. Tahukah bahwa rizqi yang sebenarnya adalah bukan yang ada di genggaman kita, tapi yang bisa kita bawa ke alam baqa?

Bukankah Rasulullah sudahmemberi tips kepada kita agar selamat dari api neraka? Kata beliau,

“Takutlah diri kalian dari api neraka walaupun dengan separuhnya kurma.” (MuttafaqAlaih)

Maksudnya, jagalah diri kita dari api neraka walau hanya dengan bersedekah separuh kurma. Sebab, sekecil apapun yang kita sedekahkan, kelak sungguh akan bermanfaat untuk kita. Bahkan sedekah seberat sayap nyamuk pun akan terasa lebih berharga dari dunia seisinya kelak di akhirat.

Alakullihal, dalam Islam bekerja begitu mulia. Orang yang bekerja mendapat apresiasi dari baginda. Akan tetapi, bekerja tidak boleh menjadi alasan untuk tidak beribadah. Karena bekerja bisa menjadi lading ibadah. Caranya dengan memperbaiki niat, tidak meninggalkan kewajiban, dan mendermakan sebagian harta kitauntuk bekal akhirat.

 

DisarikandariKhutbahJumatdi Masjid Al-Hidayah, SimoMulyoBaru, Surabaya.

Silakan tulis komentar Anda

Tinggalkan Balasan