sunset-glow-trees-beautiful-scenery

Baru sekarang aku rasakan
Ternyata hidup tidak mati
Hidup bergerak
Hidup mengarah
Hidup menunggu
Hidup ditunggu
Tetapi hidup juga ditanya
Walau kadang hidup juga bertanya

Engkau kini dalam hidupku
Matahariku
Dulu juga ada
Tapi kini berbeda
Engkau di sini
Dekat bersamaku
Dalam berdiri
Dalam duduk
Dalam berbaring
Dekat di dalam mimpiku

Jauhmu ternyata mendekat
Dekatmu semakin merapat

Aku sendiri
Telanjang dada
Tidak pernah bermimpi
Bahteraku engkau tumpangi
Mampukah aku berjalan seperti dulu lagi
Tapi kini menggendong beban darimu
Padahal tanganku sudah lemah
Kakiku terlanjur kaku

Aku yang sendiri
Telanjang dada
Tuli
Bisu
Buta
Namun tetap bermimpi
Suatu saat masuk dalam dekatmu lagi

Namun
Adakah nafasmu masih seharum dulu
Seperti ketika nafasi nafasku
Adakah tanganmu masih seramah dulu
Menuntun langkah kakiku
Menerjang gelombang
Menebas badai
Menuju damai

Tapi
Engkau yang kini
Ternyata juga masih engkau yang dulu
Sorot matamu yang kini
Ternyata juga sorot mata yang dulu
Hanya apakah
Aku yang kini
Adalah aku yang dulu
Sama di dalam dekapanmu
Sama di dalam belaianmu

Bahteraku kini disarati tunas-tunasmu
Padahal lautku adalah lautmu
Anginku adalah anginmu
Hanya apakah
Layarku adalah juga layarmu
Kemudiku juga kemudimu

Aku yang sendiri
Tuli
Bisu
Buta
Pernah juga bermimpi
Seandainya berjalan tidak sendiri
Tetapi bersama maumu
Maka sawahku menjadi sawah ladangmu

Semoga aku
Mampu menjadi dirimu
Larut di dalam anganmu
Tenggelam dalam nafasmu
Seperti dulu
Sekarang
Dan juga akan datang

1997

Konon puisi ini ditulis oleh seorang murid disaat dia rindu akan kasih sayang guru mursyidnya. Kerinduan yang mampu meningkatkan amal dan membakar hijab sehingga akhirnya membuka rahasia kebesaran Allah yang telah diberikan kepada guru-guru mursyidnya.

sumber: ponpesalfithrahgp.wordpress.com

Silakan tulis komentar Anda

Tinggalkan Balasan