BurwiaUCIAAlUQY.jpg large

 

Oleh: Ahmad Biyadi

Baru tahun 1995 Indonesia mengenal internet. Dan baru 1997 ada situs jejaring sosial pertama di dunia. Dan baru kemarin saja kebanyakan orang Indonesia berkenalan dengan internet. Bisa dibilang saat ini masih ‘masa kaget’ dengan internet dan sosmed.

Masa kaget ini menciptakan mamong (bahasa madura, artinya kebingungan arah). Bingung tentang apa sebenarnya internet itu? Ruang publik ataukah ruang privat? Dampak baik ataukah dampak buruk yang banyak? Boro-boro memfokuskan hanya pada manfaat dari internet.

Pesantren apalagi. Secara manajemen, pesantren memiliki kehati-hatian pada hal luar. Sehingga awalnya internet tidak mudah diterima. Dan tidak mudah memperbaiki hal yang sudah terlanjur mewabah negatif. Dengan kehati-hatian itu pesantren membuat filter, menjaring hal-hal luar untuk mengambil kebaikan di dalamnya. Yang bisa jadi itu butuh waktu lama penerimaan internet di pesantren.

Media informasi  – internet merupakan bagian di dalamnya – adalah sarana. Tak ubahnya pisau. Di dapur pisau bisa untuk memotong. Tapi di tangan penjahat, pisau bisa buat begal motor. Di tangan chef ahli, pisau menghasilkan karya kuliner indah dan nikmat. Bagi seorang bocah, pisau hanya mainan belaka.

Net-media bagai pisau skala besar. Ujung tajamnya adalah informasi. Itu merupakan kumparan media besar yang terkoneksi satu dengan lainnya. Dampaknya pun akan sangat besar, positif maupun negatif. Karena informasi merupakan satu dari sekian kebutuhan manusia, maka net-media dan manusia bak gudang gula dan semut.

Net-media dengan pengaruh besarnya berpotensi menjadi kekuatan politik informasi. Politik informasi maksudnya perang kekuasaan dalam informasi. Misalnya teori-teori asal-usul manusia. Ada yg bilang asal manusia adalah kera. Ada pula manusia berasal dari kelelawar. Dan ada pula manusia tidak berasal dari apa-apa karena langsung diciptakan sebagai manusia. Pendapat yang dominan yang nantinya akan dianggap benar oleh banyak orang. Dan perang dominasi pendapat inilah politik informasi.  Sekali lagi, net-media berpotensi besar dalam politik informasi. Untuk membuat sebuah teori menjadi dominan, net-media sangat berguna karena jangkauannya sangat luas.

Lalu apa potensinya bagi pesantren? Saat ini benar-salah tidak hanya diukur oleh hujjah dan bukti saja. Bagi banyak kalangan, benar atau salah juga dilihat sejauh apa dominannya. Jika suatu informasi sering muncul di televisi, disiarkan di radio, dan ditulis di banyak surat kabar, informasi tersebut dianggap benar. Minimal bagi kalangan yang menggunakan alat ukur dominasi.

Maka jika pesantren ingin menyebarkan kebenaran dalam ajarannya, pesantren mau tak mau akan masuk dalam politik informasi. Upaya-upaya untuk membuat informasi dominan harus dilakukan. Dan salah satu pisau terbesarnya saat ini adalah net-media. Penuhi net-media dengan kajian, informasi, dan wawasan kepesantrenan, pada akhirnya informasi dominan dapat dikuasai. Dan dengan sendirinya diajarkan di tempat-tempat lain.

Silakan tulis komentar Anda

Tinggalkan Balasan