DSC00721

Oleh Ahmad Nurul Holil, S.Pd.I*

Akhir-akhir ini sering kita saksikan dan dengarkan beberapa berita yang sangat berada diluar nalar sehat.  Ada dua kubu yang sama-sama yang mempertahankan akan sebuah pendapatnya guna mendapat simpatik dari prinsip yang telah ditanamkan. Adalah kelompok yang kebablasan dalam memuji pemimpin samapai-sampai pada tatanan ‘taslim’ begitu saja tanpa catatan. Artinya karena mereka itu merupakan pendukung atau parpol yang dianutnya, maka semua yang berasal dari pimpinan itu harus dikatakan ‘betul’ semua.

Padahal kalau dilihat proses kerjanya harus mendapat catatan untuk menjadi support demi perbaikan sebuah bangsa kedepan. Artinya menyatakan bahwa pemimpin itu tidak ada celahnya adalah fatalitas dalam menilai. Pun begitu, bahwa menjadikan pemimpin sebagai kambing hitam dari sebuah akcion atau kebijakan kepada rakyat hanya ditumpahkan kepada pemimpin ansich sangat tidak relevan. Konklusinya adalah, memberi masukan kepada pemimpin bangsa agar menjalankan tugasnya sebgai pelayan rakyat harus terus dilakukan. Hal itu demi kebaikan dan kemajuan bangsa indonesia.

Disamping itu juga tidak kalah ‘heroik’nya adalah komunitas yang selama meneriakkan amar makruf nahi munkar dalam menghujat pemimpin yang sah secara konstitusi. Mereka menganggap bahwa pemimpin yang ada saat ini merupakan pemimpin yang hanya menjadi pesuruh asing, padahal ungkapan mereka itu tidak didasari pada bukti riel yang dipertanggung jawabkan. Akibat dari hujatan yang kebablasan inilah, memunculkan gapantar sesama anak bangsa sehingga kesenjangan dan ketidak harmonisan menjadi pemandangan yang tidak indah. Oleh karenanya, sangat penting sekali bagi kita untuk terus menanmkan rasa saling menghargai antar satu dengan yang lain.

Selain itu, saat ini adapula kelompok yang sangat fasih dalam mencaci para ulama. Artinya, hanya berdasarkan kabar dan berita yang objektifitasnya perlu dipertanyakan, lalu dimunculkan dan dikoar-koarkan. Padahal kenyataannya tidak separah yang mereka gaungkan. Dengan demikian pihak ketika yang menginginkan bangsa Indonesia terjadi gesekan sangat ‘bahagia’ sekali melihat dua kelompok yang diharapa untuk benturan.

Kekhawatiran sering disampaikan oleh para tokoh, untuk mewujudkan persatuan bangsa kita. Jika kita masih sibuk dengan perbedaan dan saling hujat menghujat, maka jangan salahkan jika pada gilirannya pos-pos penting dapat mudah dikuasai oleh bangsa luar yang siap menerkam bangsa ini. Jika kita hanya senang berkutat dalam sebuah perdebatan prinsip yang berujung kepentingan pribadi alangkah naifnya. Karena hal itu tidak akan menyelesaikan permasalahan bangsa ini. Kedua-keduanya harus saling mengerti. Pemerintah dalam hal ini sebagai pemimpin negara harus paham terhadap kemauan rakyat, sementara rakyat jangan sedikit-sedikit menutut hal yang diluar nalar. Konkritnya harus sama-sama memahami. Jangan terlalu menghujat pemerintah, juga jangan keterlalun dalam menghina ulama. Maka sangat pas sekali apa yang telah di garis oleh NU, yaitu tidak terlalu ekstrem dalam menyikapi hal apapun. Mengedepankan tabayun merupakan sikap yang sangat santun dan lebih beretika.

* Penulis adalah Kepala Sekolah SMP BANI SYUKRI modung & DPP Hmass. Div.dakwah dan sosial Alumnus STAIS Bangkalan, Pasca di al-khozini buduran.

Silakan tulis komentar Anda

Tinggalkan Balasan