akal suami

Dihikayatkan salah seorang peduduk Hadramaut menemukan satu bejana tembikar dalam tanah. Di dalamnya terdapat satu helai tangkai tanaman gandum raksasa yang memenuhi bejana itu. Biji gandumnya seukuran telur.  Mereka ingin tahu, siapa yang meninggalkan gandum sebesar ini, maka mereka mendatangi orang tua di desanya. Di sana ada tiga orang yang sangat tua, yang satu berumur 500 tahun, anaknya berumur 400 tahun dan cucunya berumur 300 tahun.

Si Penemu ini mendatangi yang berumur 300 tahun karena mengira pastinya yang lebih muda lebih dapat diajak bicara dan tidak pikun. Ia berkata, “Kami menganggap engkau tentu mewarisi banyak ilmu dari ayahmu..” Dan ternyata orang itu telah pikun dan hilang semua akalnya.

Maka mereka pun mendatangi ayahnya yang berumur 400  tahun. Ternyata akalnya telah hilang separuh, kadang ia bisa diajak bicara kadang tidak.

Mereka pun mendatangi ayahnya yang telah berumur 500 tahun. Ternyata ia memiliki akal yang sangat tajam dibandingkan anak dan cucunya. Mereka pun bertanya:

“Kami melihat engkau terlihat lebih muda dari anak dan cucumu, dan lebih berakal dari keduanya, apakah sebabnya?”

“Cucuku memiliki istri yang buruk akhlaknya dan selalu menyakiti dan menentangnya oleh sebab itu akalnya hilang karena menghadapi istrinya itu. Sedangkan anakku memiliki istri yang kadang patuh kepadanya dan kadang menentangnya oleh sebab itu akalnya masih tersisa separuh dan hilang separuh. Adapun aku, aku memiliki istri yang taat, jika ia melihatku bersedih ia akan terus menghiburku sampai kesedihanku hilang. Dan jika aku sedang senang, ia berusaha untuk menambah rasa senangku.”

Mereka pun mengeluarkan tangkai gandum ajaib itu. Ketika ia melihatnya, ia menangis seraya berkata, “Ini adalah tangkai dari tanaman kaum Ad di zamannya.”

“Ceritakan kepada kami mengenai kebaikan mereka?”

Si kakek bercerita, “Tidak ada lagi seorang pun selain aku yang membicarakan mengenai zaman yang telah lampau, tentang pemberian yang diberikan kepada kaum Ad, dan raja-raja mereka. Ada seoang yang bernama Syadid ia selalu berusaha berlaku benar dan adil. Dikisahkan kepada kami bahwa ia pernah diangkat sebagai hakim di Hadramaut, maka ia mendapatkan gaji rutin dari baitul mal. Dia menjadi hakim selama setahun tapi tidak ada seorang pun yang mengadu kepadanya. Syadid pun datang kepada raja dan mengatakan, ‘Engkau memberiku gaji bagiku dari baitul mal, tapi aku tidak melakukan apa-apa karena tidak ada seorangpun yang mengadu padaku. Maka aku mengajukan pengunduran diri.’ Tapi raja itu memaksanya untuk tetap menjadi hakim dan mengatakan bahwa gajinya akan diambil dari harta pribadinya, bukan dari baitul mal. Maka dia pun kembali bekerja sebagai hakim.

Suatu hari datang dua orang lelaki setelah berlalu tahun kedua. Keduanya berselisih, yang satu berkata,

“Hai hakim, aku membeli tanah darinya, ketika aku gali aku mendapati di dalamnya ada tambang emas, aku katakan padanya kembalikan uangku dan ambilah tambang ini. Karena aku hanya membeli tanah saja dan tidak membeli tambang emas.”

“Apa pendapatmu” Tanya hakim kepada orang kedua.

“Hai hakim, aku telah menjual tanah beserta isinya baik itu tambang atau lainnya.”

Maka hakim ini pun bertanya, “Apakah kau punya anak?”

“Aku punya anak wanita.” Katanya

Hakim bertanya kepada yang lain, “Apa kau punya anak?”

“Aku punya anak lelaki yang sudah dewasa.”

“Nikahkan anak wanitamu dengan anak lelakinya. Maka harta itu menjadi milik keluarga kalian berdua.”

Syadid kemudian menjadi raja selama 300 tahun lamanya. Kemudian wafat.

Sumber: Ibtilaul Akhyar bin Nisail Asyror.

sumber : http://forsansalaf.com

Silakan tulis komentar Anda

Tinggalkan Balasan