bangku
Oleh : massalam*
Seruan adzan maghrib dari Mushalla al-Mughni belakang Kampus sudah dikumandangkan. Beberapa orang berebut sandal, ngantri untuk berwudhu. Termasuk Aku.
Kuperhatikan satu persatu kran air yang mengalir, semuanya nampak menyedihkan; keluar sedikit dan tidak lancar. Padahal suara iqamah shalat sudah didengungkan. “Ach, Nasib.” Pikirku. Sambil ngantri, kutatap kelas perkuliahanku di Gedung Trisakti yang menjulang tinggi, lantai 5 di atas.
“Mm.. Suasana ini mirip gambaran dalam mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam kemaren malam” gumamku. Kemaren aku belajar tentang konsep uang secara makro, sebuah pemikiran cemerlang dari Ulama yang bergelar Hujjatul Islam, Abu Hamid al-Ghazali. Dimana Uang menurut beliau, tak boleh diperjualbelikan. Uang bukan komoditas. Uang juga tidak boleh ditimbun. Dia harus beredar di masyarakat. Dengan kata lain, dia harus mengalir layaknya air. Konsep inilah yang disebut Flow money Concept.
Dalam konsep ekonomi islam uang adalah milik masyarakat (money is goods public). Barang siapa yang menimbun uang atau dibiarkan tidak produktif berarti mengurangi jumlah uang beredar yang dapat mengakibatkan tidak jalannya perekonomian. Jika seseorang sengaja menumpuk uangnya tidak dibelanjakan, sama artinya dengan menghalangi proses atau kelancaran jual beli. Implikasinya proses pertukaran dalam perekonomian terhambat macet. Sama seperti kran air yang macet ini pikirku.
“Dugh,, Aku terlambat satu rakaat.” Aku bergegas ke shaf kedua dari depan, tepat di belakang imam. Aku shalat maghrib dengan penuh khusyuk. Lantaran imamnya seorang Bapak Haji yang sudah agak sepuh, dengan bacaan al-Quran yang merdu, dan sejuk didengar, mudah diangan angan maknanya. Pas sekali makharijul hurufnya. Tak salah rupanya, jika para ulama Fikih menyebutkan, bahwa kekhusyukan Shalat itu juga ditentukan kekhusyukan imamnya. Dan menurut cerita jamaah mushalla setempat, imam tersebut adalah keturunan dari Guru Mughni, seorang Ulama Besar yang alim, fakih, tabahhur, dan ahli tarekat di Daerah Mega Kuningan ini. Beliau bernama lengkap, Abdul Mugni bin Sanusi bin Ayyub bin Qays (1860 – 1935 H).
Usai Shalat, aku bergegas menuju kelas. Malam ini Aku kuliah dengan Dosen yang disiplin dan cerdas, Bapak Dr. Hayu Prabowo S. Beliau Pengampu Matkul Management Keuangan Islam. Kelak dari beliau ini, Aku bisa rutin ngisi pengajian di Masjid Burj al-Bakrie di Gedung Bakrie Tower, milik Om Ichal. Masjid Bonafid yang terkenal sangat menghargai Dai dari sisi penyambutan, pelayanan, dan amplop yang shahih. Hehehe..
Menit ke menit terangkai menjadi jam. Hingga jam di dinding menunjukkan pukul 21.15 wib. Beliau baru menyelesaikan materi pengajarannya. Aku sangat capek, lelah dan ngantuk. Karena seharian tadi Membuat Business Plan Pendirian Koperasi Syariah BMT YMAH di Tanggerang, yang baru selesai menjelang Ashar. Apalagi jarak rumahku ke kampus harus ditempuh dua jam sebelum masuk kelas. Bakda Shalat Ashar, aku harus segera berangkat kuliah ke Kampus Trisakti Pasca Sarjana di Mega Kuningan ini.
Seperti biasanya, Aku pulang pergi kuliah Naik Busway. Karena jarang macet. Paling kendalanya cuma dua; nunggunya agak lama, dan sesak tak nemu tempat duduk. Risiko berdiri. Dan betul, saat Busway datang dan berhenti di halte Plumpang Pertamina, aku hampir tak dapat masuk, lantaran full, penuh dan sesak, berhimpitan. Akhirnya harus pasrah berdiri selama dua jam di dalam Bus.
Untung ada Gadget, Smartphone ini. Yang selalu setia menemani setiap saat dan kondisi apapun. Bisa diskusi di WA Group, dan bikin status di medsos yang kupunya. Tapi tak jarang pula kugunakan untuk Browsing tentang tugas-tugas mata kuliah atau bahan yang akan dipelajari nanti di kelas. Hidup di Jakarta memang harus pandai-pandai mencari waktu luang untuk belajar. Jika tidak, kau akan digilas oleh keadaan, kawan!!.
Pukul 21.30 wib malam, Aku baru bisa keluar dari kelas. Mulut sudah menguap berkali-kali, pertanda ngantuk dan capek. Berharap nanti segera cepat menemukan Busway dan ada bangku kosong yang bisa diduduki untuk istirahat. Setelah berjalan kaki dari kampus ke Halte Busway sekitar 10 menitan, sampailah Aku di dalam halte Busway untuk menunggu Bus Trans Jakarta datang.
“Alhamdulillah,, akhirnya datang juga Busway yg ditunggu-tunggu.” ucapku. Dan untungnya, masih tersisa satu Bangku Kosong di depan, pinggir pintu. Sesuai harapanku. Busway pun berjalan. Dan ketika hendak menyandarkan kepala ke dinding kaca, Busway berhenti di halte berikutnya, Naiklah seorang perempuan cantik, berusia sekitar 27-an, dengan menggendong tas dan berpakaian rapih, ciri khas kantoran di daerah Rasuna. Berkulit bersih dan mengenakan kacamata. Dia berdiri di hadapanku sambil memegang tali kekang yang menempel di atas setiap besi penyanggah busway.
Hatiku terusik, antara memberikan hak bangku ini kepadanya, atau tetap duduk sambil tidur, menghilangkan lelah dan kantuk. Sementara wanita di hadapanku inipun, dia seperti kelelahan baru pulang bekerja. Aku bisa saja mencari seribu alasan pembenaran akan keadaanku. Bahkan, aku bisa saja pura-pura tidur. Tapi hati tak bisa dibohongi. Perasaan bersalah, mengalah, dan kasihan melanda hatiku. Sontak, aku berdiri dan mempersilahkan dia duduk di tempatku.
 “Silahkan duduk Mbak” pintaku kepadanya. “Owh,, terimakasih banyak ya Mas” jawabnya. Sambil senyum puas karena telah duduk nyaman di bangku “syurga” tersebut. Bagaimana tidak kuanggap bangku Syurga, perjalanan dari Kampus ke rumah memakan waktu dua jam, dan aku sudah letih dan hawa kantuk datang bertubi-tubi. Parahnya lagi, kini Aku berdiri dengan posisi agak sempoyongan menahan kantuk. Suasana AC di dalam, membuat tubuh semakin menggigil dan semakin ngantuk. Denyut urat saraf di kaki, mulai terasa. Berkali-kali kaki kutekuk, lalu diluruskan lagi. Untuk menghilangkan rasa capek di kaki, kadang ku duduk jongkok sebentar, lalu berdiri lagi. Hingga akhirnya pasrah dibawa Busway ini ke Halte Plumpang Pertamina, dekat rumahku.
“Alhamdulillah.. Tinggal 15 menit lagi sampai rumah.” batinku. Segera kuambil HP dan memesan Ojek online menuju rumah. Tepat jam 11.45 wib larut malam, baru bisa masuk rumah. Spontan kurebahkan tubuhku ke kasur, dan mulai berusaha untuk tidur. Tapi, mata tak juga kunjung tertutup rapat. Lantaran bunyi perut yang terus mengusik, pertanda meminta haknya. “Astaghfirullah, aku belum makan sejak Siang tadi.” lirihku.
Benar-benar ujian nyata ini. Aku ke dapur cari makanan, tapi tak kutemukan sesuatu yang dapat kumakan. Hanya air. Ya, air minum. “Bismillah, semoga air ini dapat memenuhi haknya” doaku. Lumayan, sakitnya agak berkurang. Dan aku sudah agak nyamanan sekarang. Kulihat jam di HP menunjukkan jam 00.15 wib.
“Bismikallahumma Ahya wa amuut” doaku kepada Allah. Sambil baca shalawat, akhirnya mata ini terpejam, menunaikan haknya hingga adzan subuh membangunkanku. Alhamdulillah alladziy ahyana bakda ma amatana wa ilaihin Nusyur. [salam]
*Penulis adalah Alumni santri sidogiri yang sedang melanjutkan S2 di Kampus Trisakti

Silakan tulis komentar Anda

Tinggalkan Balasan