lima-jenis-musik-buat-naikkin-mood-belajar-c42560-ts16gfftm8z

 

Oleh: Ahmad Biyadi*

Vision dan Sound

Berangkat dari sebuah pertanyaan: apa yang paling mempengaruhi manusia? Secara juz’iy (partikular, individu) pertanyaan ini tentu sangat sulit dijawab, karena jumlah umat manusia sangatlah besar untuk ditanyakan satu per satu. Tetapi secara kulliy (plural, global) ada dua hal yang paling mempengaruhi manusia, yaitu: penglihatan (vision) dan pendengaran (sound). Seseorang yang sedang dalam perasaan sedih bisa tiba-tiba bahagia hanya karena sesuatu yang dia lihat atau dia dengar.  Kadang ada yang menjadi terharu setelah melihat sebuah film. Ada pula yang senang setelah mendengarkan musik tertentu. Dan contoh-contoh lain di sekitar kita.

Pengaruh vision dan sound tersebut berbeda-beda tergantung karakter dan kepribadian orangnya. Ada yang vision lebih banyak pengaruhnya dari pada sound dan juga sebaliknya. Kualitas pengaruh itu pun juga berbeda-beda. Ada yang sangat kuat dan ada yang lemah. Sekali lagi, hal itu tergantung dari kepribadian masing-masing individu. Bisa jadi, sebuah musik tertentu sangat berarti bagi seseorang, namun yang lain kurang mempengaruhi atau bahkan tidak berpengaruh sama sekali. Kualitas pengaruh ini pun juga berbeda-beda dari sudut jangka waktunya. Ada yang pengaruhnya sangat lama dan ada pula yang hilang sekejap mata. Situasi saat vision atau sound memberi pengaruh pada seseorang disebut ‘menyentuh’.

Meski perbedaan kualitas pengaruh tersebut bermacam-macam, hanya saja secara umum manusia semacam memiliki kesamaan. Entah apa karena sejatinya, umat manusia seluruh dunia adalah saudara sepupu, kurang tahu. Terkadang ada sebuah musik, misalnya, yang mampu menyentuh dan mendapat apresiasi dari mayoritas pendengarnya. Ada film dengan rating tinggi. Ada lukisan yang diacungi jempol banyak orang. Dan lain sebagainya. Kesamaan semacam itu dapat dijadikan sebuah rujukan bahwa  ada pola-pola tertentu yang memiliki pengaruh besar kepada semua orang – atau mayoritas manusia. Di mana dengan pola istimewa itu sebuah vision atau sound dapat menyentuh seluruh manusia dan memberikan perubahan di dalam diri mereka. Dengan pola istimewa itu sebuah perubahan pada diri seseorang atau banyak orang bisa direkayasa.

 

Perasaan Manusia

Secara mendasar, manusia sejatinya adalah sebuah wadah berisikan kumpulan perasaaan yang berganti-ganti dan komposisi perasaan tersebut berbeda-beda pada setiap orang. Dari kumpulan perasaan inilah sebuah perilaku muncul. Mengapa seseorang menangis? Karena saat itu perasaan sedih sedang melonjak di dalamnya. Mengapa seseorang membunuh orang lain? Bisa jadi karena rasa dendam atau amarah atau rasa takut atau juga rasa penasaran yang menyebabkannya hilang kendali terhadap logika di dalam pikirannya.

Di dalam al-Quran banyak disinggung mengenai perasaan manusia. Misalnya amarah (al-ghaidz), iri (al-baghy), dengki (al-hasad), cinta (al-hubb), susah (al-hazan), bahagia (al-farah), takut (al-khauf), dan lain sebagainya. Dari sekian banyak perasaan tersebut, secara umum, Al-Quran justru menjelaskan bahwa semua jenis perasaan sejatinya adalah ujian. Dijelaskan:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ [البقرة : 155]

  1. Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ … [آل عمران : 14]

  1. Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).

Di satu sisi, ada perasaan-perasaan yang dikecam, seperti iri hati, dengki, dan sombong. Di sisi lain ada pula perasaan-perasaan yang dalam satu ayat dipuji, tapi di tempat lain dikecam, seperti cinta dan kecondongan hati (al-muwalah). Ada pula perasaan yang tetap dianggap baik oleh agama dengan kadar yang semestinya, seperti kasih-sayang (ar-rahmah). Dan sekali lagi, perasaan-perasaan itu sejatinya adalah ujian.

Ujian yang dimaksud adalah respon dan perilaku yang muncul dari perasaan tersebut. Artinya, boleh jadi seseorang merasakan amarah, tapi agama memerintahkannya untuk menahan amarah tersebut, agar dia tidak terjerumus pada kezaliman. Bisa jadi seseorang merasakan cinta, tapi agama memerintahnya untuk tidak menyeleweng. Bisa jadi seseorang takut, tapi agama memerintahkannya untuk tidak berbuat buruk. Jadi yang diuji adalah seberapa mampu seseorang menahan dorongan dari perasaan-perasaan tersebut dan seberapa kuat dia tetap tegar menjadi dirinya sendiri sesuai dalam koridor semestinya.

Selanjutnya, kaitan dengan vision dan sound, agama juga mengatur manusia untuk menjaga vision dan sound yang mengena pada dirinya agar tidak muncul dorongan-dorongan yang bisa membuat dia berperilaku buruk. Karena itu, agama memerintahkan untuk menutup mata dari lawan jenis, dari aurat, dari hal-hal buruk. Bahkan agama meminta umat agar tidak bergaul dengan orang-orang tidak baik karena akan memberikan banyak vision dan sound yang buruk pula. Selain itu, agama juga melarang seseorang menciptakan vision dan sound yang dapat berpengaruh buruk bagi orang lain. Agama memerintah untuk menutup aurat. Agama melarang berkata buruk. Agama melarang menceritakan keburukan dan lebih mementingkan jalan taubat dengan dirinya sendiri tanpa diceritakan pada orang lain. Karena semua itu dapat menjadi vision atau sound yang menyentuh buruk bagi orang lain. Bahkan agama mengancam seseorang yang menginspirasi buruk pada orang lain (sanna sunnah sayyiah), dia akan mendapat dosa seperti dosa si pelaku.

Penjelasan di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

Skema Aturan Agama terhadap Perasaan Manusia

.Potensi dalam Pola Vision dan Sound

Seperti dijelaskan di atas, bahwa ada pola-pola istimewa dari vision dan sound yang memiliki pengaruh lebih besar pada orang lain. Dalam tata bicara ada ilmu retorika, yakni ilmu tentang bagaimana berkomunikasi dengan orang lain agar bisa lebih menyentuh. Dalam tata bahasa, ada ilmu gramatika, ilmu keindahan bahasa, sastra, balaghah, badi’, dan lainnya. Dalam tata visual, ada ilmu design, painting atau colouring (ilmu pengaturan warna). Dalam tata baca al-Quran, ada qiraah, tartil, tajwid, dan lainnya. Dalam tata suara, ada ilmu vocal control, pengaturan nada dan not, serta lainnya. Dalam tata busana, ada ilmu desainer pakaian. Dalam dunia hunian, ada ilmu desain interior-eksterior. Dan lain sebagainya. Semua hal di atas adalah media dan alat untuk membuat vision dan sound menjadi lebih menyentuh dan itu merupakan sebuah potensi besar agar kebaikan yang akan disampaikan bisa lebih berkesan dan berpengaruh pada orang lain. Dalam bahasa agama, mempengaruhi orang lain agar menjadi lebih baik disebut dakwah.

Di sinilah betapa besar potensi dari vision dan sound. Pola-pola istimewa tersebut harus dicari, dipelajari, lalu dijadikan wadah bagi dakwah, bagi kebenaran dan kebaikan. Karena saat ini betapa besar vision dan sound berisi keburukan yang ditata sedemikian rupa dan berpengaruh besar pada umat manusia. Vision dan sound tersebut – meski isinya adalah hal yang tidak baik – tapi terasa lebih menyentuh, karena itu lebih banyak diterima. Bayangkan jika setiap hari televisi, radio, majalah, koran, dan perilaku sekitar, apalagi internet dan dunia maya global hanya berisikan vision dan sound yang buruk, maka dapat dibayangkan betapa buruknya orang-orang yang lahir dari tempat itu. Betapa besar dorongan-dorongan yang diciptakan tanpa diimbangi cara mengatasinya. Ditambah pula kian sedikitnya vision dan sound baik yang disebarkan dan tak berimbang dengan yang buruk, itu justru memperparah situasi.

Namun, yang tak boleh dilupakan adalah aturan mendasar yang ditetapkan oleh Allah swt. Dakwah hanyalah alat, tujuannya adalah menjadi baik di sisi Allah swt. Sehingga aturan main dalam dakwah pun harus disesuaikan dengan tujuan menjadi baik tersebut. Di sinilah ilmu fikih berperan. Yakni sebagai koridor sejauh mana batas sebuah kreasi. Agar kreativitas bukan malah mengubah tujuan diri. Seperti kata orang, betapapun berharganya sebuah jembatan, tentu masih lebih penting tempat tujuan di seberang. []

*Penulis adalah Mantan Penasehat Majalah Ijtihad, Redaktur Buletin Sidogiri, & Mahasiswa S2 UIN

Silakan tulis komentar Anda

Tinggalkan Balasan